Alur Pemeriksaan Perkara
Proses Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang didahului oleh pengajuan gugatan sampai dengan putusan dan eksekusi.
Proses berpekara di Peradilan TUN pada intinya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Pendahuluan
1. Pemeriksaan administrasi di Kepaniteraan
2. Dismissal Prosedur oleh Ketua PTUN (Pasal 62 UU No.5/1986)
3. Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 UU No.5/1986)
b. Pemeriksaan Persidangan
1. Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)
2. Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)
3. Replik (Pasal 75 ayat 1 UU No.5/1986)
4. Duplik (Pasal 75 ayat 2 UUNo.5/1986)
5. Pembuktian (Pasal 100 UU No.5/1986)
6. Kesimpulan (Pasal 97 ayat 1 UU No.5/1986)
7 Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
c. Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
1. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
2. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua sidang salinan putusan ini disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
3. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akibat putusan pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum
d. Materi Muatan Putusan (Pasal 109 UU No.5/1986)
1. Kepala Putusan yang berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas
4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa
5. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan
6. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara
7. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak
e. Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 UU No.5/1986)
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur
f. Amar tambahan dalam putusan PERATUN (Pasal 97 ayat 8 & 9 UU No.5/1986)
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan TUN. Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas berupa:
1. Pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan
2. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru
3. Penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3
g. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3, 4, dan 5 UU No.5/1986)
1. Putusan dalam Musyawarah Majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil Permufakatan Bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat Putusan diambil dengan suara terbanyak
2. Apabila Musyawarah Majelis Sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya
3. Apabila dalam Musyawarah Majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan
h. Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa TUN
Jangka waktu penyelesaian sengketa TUN adalah 5 bulan (PERMA No. 02 Tahun 2014) Apabila penyelesaian lebih dari 5 bulan Hakim/Majelis Hakim melaporkan kepada Mahkamah Agung (MA) disertai alasan-alasan.
i. Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 UU No.5/1986)
Putusan harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut bersidang selambat-lambatnya 30 hari sesudah Putusan diucapkan.
j. Upaya Hukum Banding ( Pasal 122 UU N0.5/1986)
Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi tata usaha negara.
k. Upaya Hukum Kasasi (Pasal 131 UU No.5/1986)
1. Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung
2. Acara pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
l. Upaya Hukum Peninjauan Kembali (Pasal 132 UU No.5/1986)
1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
2. Acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
m. Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 UU No.51/2009)
1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat – lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
6. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.